Rabu, 18 Juli 2018

Feature Mengabdi di Perbatasan Indonesia


Kita Jaga Punya Negara, Kuat.


Kita jaga punya negara, Kuat. Kalimat tersebut merupakan kalimat pertama yang menggugah hati saya begitu sampai di Desa Sadi, Atambua, Nusa Tenggara Timur. Sebuah desa yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Lima hari mengabid di Desa Sadi merupakan pengalaman ang sangat berharga bagi saya. Saya pribadi merasa belajar banyak dari peduduk desa Sadi. Kalau pada umumnya yang sering kita dengar adalah keluhan masyarakat, demonstrasi, ataupun aksi-aksi yang terkadang malah terdengar memojokkan masyarakat, penduduk Desa Sadi yang berada di garis terlusar Indonesia ini punya perspektif lain. saya ingat betul kalimat kedua yang menggugah saya. Kaimat ini dilontarkan oleh bapak kepala Desa Sadi
“Kita punya presiden, Bapak Jokowi, Punya kerjaan bukan Desa Sadi ini saja.”
Seketika saya kagum dengan pola fikir mereka yang begitu tulus. Keramahan warga desa benar-benar menjadi candu tersendiri bagi saya. Mereka senangiasa menyapa kami, para relawan, bahkan satu sama lain meski sesama anak-anak. Jika banyak orang yang meng elu-elu kan bahwa Indobnesia adalah negara dengan masyarakat yang ramah, naka di atas tanah Desa Sadi saya meng-iyakan kalimat tersebut.
            Meskipun berada di daerah perbatasan yang merupakan daerah terluar Indonesia, Desa Sadi sudah cukup mandiri. Saya bahkan kagum dengan semangat adik-adik disana untuk melanutkan sekolah, p-adahal ketika kami datang gedung SMA Desa Sadi baru saja diresmikan. Beberpa siswa malah datang dari desa sebelah yang berjarak sekita enam kilometer dari sekolah tersebut.
            Salah satu kendala terbesar Desa Sadi adalah air bersih. Letak geografis desa ini membuat desa ini kesulitan mendapatkan air bersih sehingga terpaksa berjalan ke sumur dipinggir huan untyk mendapatkan beberapa jeregen kecil air bersih. Atau alternatif lain yang mereka punya adalah membeli air bersih dari kota Atambua dengan harga 750.00,00 per tendonnya. Masyaallah. Betapa saya merasa sering membuang-buang air di asrama. Overall, kegiatan pengabdian kali ini benar-benar membekas di hati saya. Dan saya berharap akan berhasil membuka forum untuk sharing bersama mengenai hikmah-hikmah yang bisa dibagi terutama bersama keluarga Etos Medan.



            Putri Desifa Parahima Ritonga
            Etoser Medan 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Latar Belakang Lahirnya Kapuccino (Kampung Cita-Cita Nelayan Oceano)

Pendidikan; Menimba Ilmu dan Mengasah Kepedulian Demi Mengaktualisasikan Kontribusi Positif di Masyarakat Putus sekolah hingga kin...