Rabu, 18 Juli 2018

Latar Belakang Lahirnya Kapuccino (Kampung Cita-Cita Nelayan Oceano)


Pendidikan;
Menimba Ilmu dan Mengasah Kepedulian Demi Mengaktualisasikan Kontribusi Positif di Masyarakat


Putus sekolah hingga kini masih menjadi masalah serius di Indonesia, khususnya daerah pedesaan dan pesisir. Fenomena putus sekolah di daerah pedesaan dan pesisir umumnya dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, sarana dan prasarana, serta rendahnya motivasi anak-anak di daerah tersebut untuk melanjutkan pendidikan. Berdasarkan data BKKBN 2010, angka putus sekolah di Indonesia mencapai 13.685.324 siswa dengan usia sekolah 7-15 tahun. Dari total angka putus sekolah tersebut, sekitar 627.947 siswa putus sekolah  berada di provinsi Sumatera Utara.
Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat berdampak langsung pada persepsi masyarakat mengenai pendidikan. Karena kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-sehari masyarakat terpaksa  mengenyampingkan pendidikan anak. Fenomena mengenyampingkan pendidikan yang terus berlanjut akan membentuk persepsi bahwa pendidikan bukanlah hal penting yang harus ditunaikan. Terbentuknya persepsi tersebut ditengah-tengah masyarakat akan berdampak pada rendahnya atau bahkan hilangnya motivasi anak untuk melanjutkan sekolah. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai pentingnya pendidikan demi meningkatkan motivasi anak untuk melanjutkan sekolah, diantaranya memberi pengertian mengenai fungsi pendidikan, memberi gambaran mengenai berbagai profesi untuk memancing tumbuhnya cita-cita pada anak-anak, serta dukungan yang positif dari berbagai pihak.
Lantas siapa yang berkewajiban untuk memberi dukungan positif bagi masyarakat khususnya anak-anak? Dukungan ini idealnya datang dari berbagai pihak, tidak hanya dari pemerintah namun juga (dan terutama) dari pemuda pemudi Indonesia yang berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Kesempatan yang kita dapat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada dasarnya juga diikuti kewajiban untuk berbagi ilmu serta menebarkan semangat pendidikan kepada masyarakat sekitar. Dewasa ini, pemuda pemudi Indonesia khususnya mahasiswa harus dapat memaknai pendidikan dan proses pembelajaran tidak hanya sebagai proses menuntut ilmu dan memintarkan diri, namun juga untuk perduli serta berbagi semangat belajar kepada masyarakat.
Proses belajar dan mengenyam pendidikan yang dilakukan semata-mata demi memintarkan diri akan memiliki kebermanfaatan dan dampak yang lebih sempit dibanding proses pembelajaran dan pendidikan yang dilakukan sembari mengasah rasa peduli kita. Dengan adanya rasa kepedulian serta ilmu yang didapat selama proses pendidikan  pada akhirnya kita dapat mengaplikasikan ilmu kita pada banyak hal. Ketika kita terjun ke tengah-tengah masyarakat dengan berbekal ilmu dan kepedulian, kita tidak hanya dapat berbagi ilmu namun juga berbagi semangat pendidikan agar ada lebih banyak lagi anak-anak Indonesia yang berjuang lebih keras untuk melanjutkan pendidikannya. Rasa peduli akan memimbing kita untuk banyak berkontribusi positif pada masyarakat. Masyarakat khususnya anak-anak yang menyaksikan dan merasakan kontribusi kita akan dapat melihat pentingnya serta fungsi pendidikan. Dengan begitu, mereka akan termotivasi untuk melanjutkan sekolah.
Hasil akhir yang kita harapkan adalah generasi yang termotivasi penuh untuk melanjutkan pendidikan serta meneruskan kepedulian yang kita lakukan. Jika generasi-generasi selanjutnya memiliki bekal ilmu serta kepedulian yang cukup maka kejayaan Indonesia sudah berada di depan mata kita.

Putri Desifa
Founder of Kampung Cita-Cita Nelayan Oceano
@Kapuccino.id

Feature Mengabdi di Perbatasan Indonesia


Kita Jaga Punya Negara, Kuat.


Kita jaga punya negara, Kuat. Kalimat tersebut merupakan kalimat pertama yang menggugah hati saya begitu sampai di Desa Sadi, Atambua, Nusa Tenggara Timur. Sebuah desa yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Lima hari mengabid di Desa Sadi merupakan pengalaman ang sangat berharga bagi saya. Saya pribadi merasa belajar banyak dari peduduk desa Sadi. Kalau pada umumnya yang sering kita dengar adalah keluhan masyarakat, demonstrasi, ataupun aksi-aksi yang terkadang malah terdengar memojokkan masyarakat, penduduk Desa Sadi yang berada di garis terlusar Indonesia ini punya perspektif lain. saya ingat betul kalimat kedua yang menggugah saya. Kaimat ini dilontarkan oleh bapak kepala Desa Sadi
“Kita punya presiden, Bapak Jokowi, Punya kerjaan bukan Desa Sadi ini saja.”
Seketika saya kagum dengan pola fikir mereka yang begitu tulus. Keramahan warga desa benar-benar menjadi candu tersendiri bagi saya. Mereka senangiasa menyapa kami, para relawan, bahkan satu sama lain meski sesama anak-anak. Jika banyak orang yang meng elu-elu kan bahwa Indobnesia adalah negara dengan masyarakat yang ramah, naka di atas tanah Desa Sadi saya meng-iyakan kalimat tersebut.
            Meskipun berada di daerah perbatasan yang merupakan daerah terluar Indonesia, Desa Sadi sudah cukup mandiri. Saya bahkan kagum dengan semangat adik-adik disana untuk melanutkan sekolah, p-adahal ketika kami datang gedung SMA Desa Sadi baru saja diresmikan. Beberpa siswa malah datang dari desa sebelah yang berjarak sekita enam kilometer dari sekolah tersebut.
            Salah satu kendala terbesar Desa Sadi adalah air bersih. Letak geografis desa ini membuat desa ini kesulitan mendapatkan air bersih sehingga terpaksa berjalan ke sumur dipinggir huan untyk mendapatkan beberapa jeregen kecil air bersih. Atau alternatif lain yang mereka punya adalah membeli air bersih dari kota Atambua dengan harga 750.00,00 per tendonnya. Masyaallah. Betapa saya merasa sering membuang-buang air di asrama. Overall, kegiatan pengabdian kali ini benar-benar membekas di hati saya. Dan saya berharap akan berhasil membuka forum untuk sharing bersama mengenai hikmah-hikmah yang bisa dibagi terutama bersama keluarga Etos Medan.



            Putri Desifa Parahima Ritonga
            Etoser Medan 2016

Bahwa Kebaikan adalah Musafir yang Tak Pernah Berkhianat


Bahwa Kebaikan Adalah Musafir yang Tak Pernah Berkhianat
(Setiap Konribusi Pada Kebaikan Adalah Bakti Untuk Negeri)

Menjadi penerima manfaat Beastudi Etos Indonesia merupakan rezeki yang sangat tak terhitung. ada banyak pelajaran yang saya dapatkan sejak bergabung dalam Beastudi Etos Indonesia, terutama dalam program Despro, yakni Desa Produktif: Sebuah program sosial yang berfokus pada bidang pendidikan yang dilakukan oleh penerima manfaat Beastudi Etos, untuk wilayah saya Despro dilakukan di Desa Ndeskati, Desa yang sangat dekat dengan kaki gunung Sinabung.



Ada yang menarik dari siklus dalam hidup. Tentang bagaimana terkadang kita hadir untuk memenuhi sebuah ruang bagi orang lain, dan ia hadir untuk mengisi sebuah ruang bagi orang yang lain lagi, terus berputar sampai pada orang terakhir yang ternyata hadir untuk mengisi ruang dalam diri kita. Seperti siklus kebaikan. Sebuah kebaikan akan terus berputar, berkelana mencari tuannya. Dan yang menarik ialah sering kali saat kebaikan itu menemukan tuannya untuk kembali, ia adalah musafir yang kenyang, ia adalah musafir yang bahagia, ia adalah musafir yang jauh lebih besar ketimbang saat ia pergi dulu. Dan setelah semua pengembaraan serta perputarannya, ia, sang musafir kebaikan, selalu tahu jalan pulang. Karena kebaikan adalah musafir yang tak pernah berkhianat. Betapa indahnya bukan?
Bismillah, yang saya tuliskan disini bukanlah dalam maksud riya, melainkan untuk sama-sama kita pelajari. Kami pernah mengalami siklus ini. Suatu hari di bulan-bulan awal masuk kuliah ada seorang teman yang bekuliah di jawa menghubungi saya, bercerita tentang bagaimana ia benar-benar sedang bingung, uang simpanan orang tuanya sudah nyaris habis untuk biaya keberangkatannya ke pulau jawa serta keperluan-keperluan awal kuliah. Saat itu beliau benar-benar dalam desakan ekonomi dan nyaris diusir dari kosannya karena tunggakan pembayaran. Mendengar hal itu tentu saya sangat sedih, namun apa mau dikata saya dan teman-teman yang lain juga baru memasuki masa awal kuliah sehingga juga baru memborbardir tabungan kami.
Setelah seharian kami tak jua menemukan jalan keluar akhirnya saya mencoba bertanya pada ibu, meskipun saya tahu bahwa saat itu ibu juga benar-benar sedang sulit, namun saya hanya berfikir ‘apa salahnya mencoba?‘ saya lalu menghubungi ibu lewat pesan singkat dan menceritakan bagaimana keadaannya. Dan malam itu, ibu telah mengajarkan hal yang luar biasa. Ibu berkata bahwa ia masih memiliki uang simpanan, meskipun jumlahnya tidak mencukupi untuk membayar tunggakan sewa kamar teman tersebut, tapi ibu berharap setidaknya itu bisa membantunya. 150.000,00. Ya, seratus lima puluh ribu, saya sempat ragu malam itu. Sempat juga terbersit niat untuk menyarankan ibu agar tak usah meminjamkannya ke teman tersebut sebab saya faham betul keadaan di rumah dan saya yakin bahwa uang itu adalah simpanan terakhir ibu. Tapi ibu membalas pesan saya dengan tegas. Berkata bahwa dalam berbuat kebaikan kita harus yakin, saya lalu teringat nasihat-nasihat ibu, tentang bagaimana  kebaikan adalah musafir yang tidak pernah berkhianat. Bahwa kebaikan adalah musafir yang tidak pernah berkhianat. Ibu selalu yakin bahwa Allah yang baik selalu punya rencana. Bagaimana empati sangat berperan dalam rotasi kebaikan, ibu membayangkan bahwa teman itu adalah saya, dan bagaimana hal itu sangat menghimpit hatinya. Ya, empati, bagaimana kita mencoba memosisikin diri kita di posisi saudara kita yang sedang kesulitan.
Maka dikirim ibulah uang tersebut, dan Ya. Kebaikan adalah musafir yang tak pernh berkhianat. Beberapa hari berselang ibu mendapat rezeki yang luar biasa, seorang saudara secara Cuma-Cuma memisahkan sebagian hartanya untuk kami, satu juta lima ratus ribu, masyaallah tepat sepuluh kali lipat dari nominal yang dipinjamkan ibu keteman saya. Kebaikan adalah musafir yang tak pernah berkhianat, yang pulang dalam keadaan kenyang dan jauh lebih besar dari keadaannya saat pergi.
Ada juga kisah yang sangat membekas bagi saya. Bismillah, hamba berlindung kepada-Mu Ya Allah dari sifat riya. Kisah ini terjadi beberapa hari sebelum tahun baru 2017. Saya dan saudara-saudara dari etos mengikuti sebuah kajian dan aksi dana di masjid Al-Jihad, sebuah masjid di kota Medan. Tidak tahu kenapa, tapi saya merasa nyaman sekali di masjid itu, bahkan sempat terbersit di hati saya sebuah harapan agar dapat sering-sering ke masjid itu. Sayangnya mesjid itu cukup jauh dari tempat saya tinggal. Aksi dana itu ditujukan kepada saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Saya sangat tersentuh mendengar bagaimana kondisi mereka, merasa kecil dengan segala keluhan-keluhan saya selama ini, saat kotak sumbangan mulai diedarkan saya mulai bimbang, mengingat uang yang saya pegang adalah nafas-nafas terakhir dompet saya dan sudah saya niatkan untuk ongkos pulang kampung selama libur tahun baru. Namun teringat kembali nasihat ibu, bahwa dalam berbuat kebaikan kita harus yakin. Maka dengan bismillah saya mengikuti kata hati untuk berkontribusi dalam aksi dana tersebut. Dan dalam hati saya berdoa “Ya Allah, uang ini sesungguhnya milik-Mu. Dan Engkau lebih tahu siapa yang lebih membutukannnya saat ini dan kapan hamba-Mu ini benar-benar membutuhkannya”
Beberapa bulan berlalu, uang tabungan mulai benar-benar menipis dan saya sangat bingung. Suatu hari saya dihubungi seorang teman. Ia menanyakan apakah saya bersedia mengajar privat untuk keponakannnya. Saya pun bersedia, jadwal mengajarnya setelah maghrib, maka saya memutuskan untuk datang sejak sore dan salat magrib di masjid terdekat disana agar bisa datang tepat waktu. Dan ternyata masjid terdekat dari alamat tersebut adalah masjid Al-Jihad betapa senangnya saya saat itu, harapan saya agar dapat berkesempatan kembali menegakkan salat di masjid itu ternyata didengar Allah. Dan Allah mengabulkannya dalam bentuk reguler selama jadwal mengajar. Setelah salat magrib saya lalu mencari alamat dan menemukan rumah yang dituju, dan masyaaallah keluarga tempat saya mengajar benar-benar baik dan adik yang saya ajar malah banyak memberi ilmu buat saya, mengajarkan hal-hal sederhana bermakna besar yang sering kali kita lewatkan. Dan ternyata, insentif yang diberikan jauh lebih tinggi dari ekspektasi saya. Entah mengapa, dalam keharuan itu saya ingat kembali doa saya beberapa bulan yang lalu di Masjid Al-Jihad. Allah lebih tahu kapan kita benar-benar sedang membutuhkan. Masyaallah. Ya. Kebaikan adalah musafir yang tak pernah berkhianat, yang sering kali pulang dalam keadaan kenyang, bahagia dan jauh lebih besar ketimbang saat pergi.
Mungkin kita sering bertanya-tanya, “ Aku bukanlah seseorang dengan harta yang melimpah bukan pula orang tersohor yang punya pengaruh besar, lantas, bagaimana aku harus berkontribusi dalam kehidupan ini, baik untuk negri atau segi apapun ?” jawabannya adalah, insyaallah akan selalu ada jalan. Ada banyak hal yang bisa kita kontribusikan, ntah itu harta, waktu, tenaga, nasihat, atau bahkan hanya sebuah kehadiran. Seperti yang terjadi di wilayah desa produktif etos medan. Desa Ndeskati, dengan jarak berkisar 79 Km dari kota Medan, sebuah desa dimana saudara-saudara kita berperang batin untuk mempertahankan keimanan dan keislamannya. Kami dari penerima manfaat beastudi Etos Medan secara reguler dihari minggu datang ke Ndeskati. Melalui kegiatan itu, kita berharap bisa saling berbagi ilmu, namun sebenarnya hal yang sebenarnya paling berkesan di hati saya selama masa desa produktif adalah eksisteni. Makna dari sebuah kehadiran. Mungkin kita belum mampu untuk berkontribusi secara materi atau tenaga, tapi insyaallah selalu ada jalan. Dan jalan untuk kontribusi pada desa Ndeskati adlah berbagi ilmu serta kehadiran. Kedatangan kita di desa Ndeskati diharapkan bisa menunjukkan eksistensi dari sebuah ukhuwah. Untuk merangkul batin saudara-saudara kita di sana dalam perang mempertahankan keimanan dan keislamannya.
Nah, coba perhatikan sekeliling kita. Jadilah peka dan kuatkan empati. Barangkali saat ini ada saudara kita yang sedang membutuhkan nasihat kita, yang sedang membutuhkan bantuan kita  atau mungkin sedang membutuhkan sebuah kehadiran kita untuk membuktikan kepadanya ukhuwah itu nyata, bahwa ia tak sendirian. Karena kita kadang tak sadar, bagaimana kehadiran kita bisa mengisi ruang kosong dalam diri orang lain, sementara ruang kosong dalam diri kita sendiri pun ternyata jua diisi oleh orang lain, melalui ukhuwah dan kontribusi. Bagaimana satu bentuk sederhana dari kepedulian dan kontribusi yang kita lakukan mampu menguatkan atau bahkan menginspirasi orang lain. Atau bagaimana satu kebaikan yang kita buat bisa menjadi kontribusi besar bagi orang lain. Kita sering tak sadar.
Seperti kata ibu, dalam berbuat kebaikan kita harus yakin. Karena kebaikan adalah musafir yang tak pernah berkhianat, yang sering kali pulang dalam keadaan kenyang dan bahagia serta jauh lebih besar ketimbang saat pergi.
Maka amatilah dan yakinlah. Lihatlah sekeliling kita. Mari berempati dan mari berkontribusi. Takbir!


#salam menginspirasi
#salam kotribusi

Putri Desifa Parahima Ritonga
Etoser Medan 2016

Latar Belakang Lahirnya Kapuccino (Kampung Cita-Cita Nelayan Oceano)

Pendidikan; Menimba Ilmu dan Mengasah Kepedulian Demi Mengaktualisasikan Kontribusi Positif di Masyarakat Putus sekolah hingga kin...